Pasar tradisional dan kaki lima adalah surga kuliner rakyat. Dari gorengan hangat, aneka kue basah, hingga nasi rames berisi sambal yang menggoda—semuanya menggoda indera. Namun, ada satu hal yang kerap menghantui pembeli: makanan basah yang disajikan terbuka, tanpa penutup, dikerubungi lalat dan diselimuti debu jalanan. Gratis topping tak diundang, katanya.
Fenomena ini sudah begitu umum, hingga sering dianggap wajar. Tapi, benarkah kita harus berkompromi soal kebersihan demi rasa dan harga murah?
Lalat, Debu, dan Aroma Menggoda
Kue basah seperti dadar gulung, risoles, pastel, atau arem-arem biasanya disusun rapi di atas tampah atau wadah plastik di atas meja kaki lima. Tanpa penutup, makanan itu jadi mangsa empuk lalat yang terbang santai dari got ke gula.
Bukan cuma lalat, jalanan berdebu, asap kendaraan, dan bahkan tangan-tangan penasaran yang memegang-megang tanpa membeli menjadi ancaman nyata. Tapi anehnya, tetap saja makanan seperti ini laku keras. Rasa nostalgia, harga murah, dan kenyamanan budaya lokal tampaknya membuat orang menutup mata soal higienitas.
Budaya “Biarin Aja”
Di balik masalah ini, tersembunyi budaya permisif: “Dari dulu juga makan beginian, sehat-sehat aja.” Masyarakat cenderung menganggap lalat atau debu sebagai hal biasa. Padahal, lalat bisa membawa bakteri berbahaya seperti Salmonella, E. coli, hingga parasit usus. Apalagi makanan basah terbuka, dengan kadar air tinggi, sangat rentan basi dan cepat terkontaminasi.
Sebagian pedagang memang mencoba mengantisipasi dengan menutup makanan memakai plastik, tudung saji, atau bahkan kipas otomatis pengusir lalat. Tapi tak sedikit yang memilih membiarkannya terbuka, dengan alasan “biar pembeli lihat langsung makanannya.” Ironisnya, keterbukaan justru membuka peluang bagi kontaminasi.
Pemerintah, Pedagang, dan Kesadaran Kolektif
Sebenarnya, masalah ini bukan cuma tanggung jawab pedagang. Pemerintah daerah dan dinas kesehatan juga punya peran besar dalam mengedukasi dan memfasilitasi praktik berjualan yang lebih bersih. Kampanye gerobak bersih, pelatihan higienitas, hingga insentif bagi pedagang yang menerapkan standar sanitasi perlu digalakkan.
Di sisi lain, konsumen juga perlu lebih kritis. Membeli dengan selektif, mengingatkan pedagang, atau bahkan membawa wadah sendiri bisa menjadi langkah kecil yang berdampak besar.
Antara Rasa dan Risiko
Faktanya, tak semua makanan basah yang https://www.innovativebeautyacademy.com/ dijual terbuka pasti berbahaya. Tapi risikonya tetap ada, dan bukan hal yang sepele. Sakit perut, keracunan makanan, hingga infeksi serius bisa muncul dari satu potong lemper yang dihinggapi lalat.
Namun kenyataannya, banyak orang lebih takut harga mahal daripada risiko kesehatan. “Yang penting enak dan murah,” begitu alasannya. Tapi mungkin sudah saatnya kita bertanya: apakah rasa nikmat sebanding dengan taruhan kesehatan?
BACA JUGA: Es Teh Gelas Plastik: Air Mentah dan Gula Pasir Masih Jadi Andalan Warung Pinggir Jalan